AQYU

AQYU
faza

Sabtu, 13 September 2014

KHULU'

Khulu’ (istri minta cerai kepada suami) 
 A. Pengantar
 Pernikahan adalah sarana untuk menyatukan dua orang manusia yang berlainan jenis (laki-laki dan perempuan) dalam sebuah ikatan suci guna mencari ridho Allah swt, namun dalam realitanya, pernikahan banyak di jadikan oleh sebagian orang sebagai kedok belaka, untuk menjaga gengsi dan lain sebagainya yang pada dasarnya telah menyalahi tujuan dari di syariatkannya sebuah pernikahan, yaitu ibadah. seorang suami adalah pemimpin dalam sebuah rumah tanga. Dia mendapat tanggung jawab yang besar untuk memimpin istri dan keluarganya, yang wajib di taati oleh seorang istri dan anak-anaknya. Namun begitu seorang suami tidak boleh berbuat semaunya terhadap keluarganya, khususnya istri sebagaimana di perintahkan oleh Allah “..dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik..”, dia memiliki kewajiban-kewajiban yang harus ia tunaikan kepada istrinya. Dalam sebuah haditsnya Nabi bersabda : “ sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah yang terbaik terhadap istriku” Seorang istri diwajibkan untuk taat kepada suaminya, bahkan dalam sebuah haditsnya nabi mengatakan “ kalaulah boleh aku memerintahkan seseorang itu sujud kepada manusia, niscaya akan aku suruh para istri itu untuksujud kepada suaminya.” Seorang istri juga memiliki kewajiban-kewajiban yang harus ia tunaikan kepada suaminya.. artinya, keduanya harus saling menunaikan kewajiban nya masing-masing. Nah, dalam berumah tangga, jika seorang suami merasa tidak sanggup untuk melaksanakan kewajibannya, atau ia merasa bahwa istrinya sudah tidak pantas/cocok dengannya, maka ia boleh menceraikannya sebagi alternative untuk menjaga diri Dari dosa-dosa yang akan terjadi anday pernikahan itu tetap berlanjut, dan si istri tidak dapat menolaknya. Begitu juga halnya jika seorang istri merasa tidak sanggup untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang istri, maka ia diperbolehkan untuk meminta cerai kepada suaminya dengan memberikan ganti (tebusan) untuk dirinya kepada suaminya tersebut kecuali jika suaminya merelakannya. Sejatinya, pernikahan adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bahkan dikatakan bahwa orang yang telah menikah berarti ia telah menyempurnakan agamanya. Namun jika ternyata pernikahan itu tidak bisa menjalankan fungsinya, maka Allah telah memberikan jalan keluar bagi setiap Muslim/ah yang telah menikah untuk keluar dari dosa-dosa yang dapat menyebabkan kepada kekufuran. Ketahuilah tidak ada kebahagiaan dalam sesuatu yang di paksakan, karna itu Allah berfirman: “…tidak ada paksaan dalam agama” dan firman-Nya: “..Janganlah kamu menahan mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka..” QS. Al-baqoroh
 B. Definisi Kata khulu’ secara bahasa berarti menanggalkan. Sedangkan secara epistimologi berarti seorang istri meminta cerai kepada suaminya dengan membayar ganti (tebusan). 
C. Hukumnya - Boleh. - Bahkan ada yang mewajibkannya ketika keduanya (suami-istri) atau salah satu dari keduanya (suami/istri) khawatir tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Dengan dalil: -AlQuran : QS. Al-baqoroh ayat 229 …))وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آَتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ(( “…Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” Dan hadist: عن ابن عباس رضي الله عنهما أن امرأة ثابت بن قيس أتت النبي صلى الله عليه وسلم فقالت يا رسول الله, ٍ ثابت بن قيس ما أعيب عليه في خلق ولا دين، ولكني أكره الكفر في الاسلام، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اتردين عليه حديقته، قالت نعم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم اقبل الحديقه وطلقها تطليقة “ Artinya: Dari Ibnu Abbas RA, bahwasannya istri qois bin tsabit datang kepada Nabi SAW dan berkata: “ ya Rasulullah, tsabit bin qais, aku tidak mencela agama dan akhlaknya, akan tetapi aku tidak ingin kafir (karna durhaka pada suami) setelah aku masuk islam.” Maka Nabi SAW bersabda: “apakah kamu bersedia mengembalikan kebunnya (yang ia berikan sebagai mahar)?.” Dia menjawab: “ya”. Maka Nabi bersabda (kepada Qois): “ terimalah kebun itu dan ceraikanlah ia dengan satu tholaq”. HR. Bukhori D. Keterangan ayat & hadits:
 1. khulu’ boleh dilakukan ketika keduanya (suami-istri) atau salah satu dari keduanya (suami atau istri) merasa tidak sanggup untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan (hukum) Allah dalam pernikahan.
 2. khulu’ adalah hak seorang istri terhadap suaminya, sebagai mana tholaq merupakan hak seorang suami terhadap istrinya. jika seorang istri meminta khulu’ kepada suaminya maka sang suami tidak boleh menyempitkan haknya, seperti yang dilakukan Nabi kepada istri Qois, beliau menyuruh Qois untuk menceraikan istrinya setelah mengambil kembali kebun yang ia berikan sebagai mahar perkawinannya tanpa mempersulit istri Qois bin tsabit. 
3. Tsabit bin qois adalah seorang sahabat anshor dari suku khazraj, dia ikut dalam perang uhud bersama nabi, dan dia merupakan khotib kaum anshor dan juga Nabi SAW. Termasuk orang yang di jamin syorga untuknya oleh Nabi SAW. 
4. perkataan “kafir setelah islam” artinya “ benci untuk tinggal bersamanya sehingga menyebabkan kekufuran seperti durhaka kepada suami, tidak taat kepada suami, tidak dapat melayani suami dll.
 5. imam asy-syafi’i dan abu hanifah serta kebanyakan ahli ilmu mengatakan bahwa khulu’ boleh dilakukan dengan ridho kedua belah pihak baik dalam keadaan (rumah tangga) tenang maupun tidak. 
6. di dalam ayat di atas di katakan “ dan jika kalian takut..” ketakutan itu adalah dugaan dan perkiraan dimasa yang akan datang, maka ayat ini menunjukkan bahwa khulu’ itu boleh dilakukan meskipun keadaan rumah tangga sedang baik-baik saja dan keduanya bisa menjalankan ketentuan-ketentuan Allah. Atau ketika rumah tangga sudah retak, karna mereka tidak akan tahu kesanggupan mereka dalam menjalankan ketentuan-ketentuan Allah itu kecuali setelah menjalaninya. 
7. seorang suami di perbolehkan mengambil lagi apa yang telah ia berikan kepada istrinya (mahar) tanpa meminta lebih. Jumhur ulama sepakat bahwa seorang suami boleh meminta lebih dari mahar, tapi imam malik mengatakan : “..aku tidak melihat salah seorang ulama pun yang melarangnya (meminta lebih), tapi itu bukanlah akhlak yang terpuji. Imam Atho, thowus, ahmad, ishak, hadawiyah dan yang lainnya mengatakan: “tidak boleh bagi suami meminta lebih dari mahar berdasarkan hadits di atas” Abu bakar bin Abdullah almuzany menukil dari jumhur ulama bahwa: “ tidak halal bagi seorang suami untuk meminta apa-apa dari istrinya (yang minta cerai) dengan dalil bahwa ayat 229 dari surat albaqoroh diatas telah dihapus hukumnya oleh surat an-Nisa ayat 20. وَإِنْ أَرَدْتُمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَكَانَ زَوْجٍ وَآَتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا “…Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain [280], sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ?”
 8. perintah nabi dalam hadits diatas adalah untuk menunjukkan, bukan mewajibkan. Tetapi yang jelas adalah wajib, dengan dalil : فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ “…Setelah itu boleh menahan (rujuk lagi) dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” Didalm ayat ini Allah memberikan dua pilihan, menahan dan melepaskan. Sementara menahan tidak mungkin lagi karna ini adalah permintaan dari si istri. Berdasarkan ayat ini, maka seorang suami wajib melepaskan (menceraikan) istrinya itu.
 9. khulu’ adalah fasakh (membatalkan) bukan tholaq. Seorang istri yang minta cerai kepada suaminya maka iddahnya adalah 1 kali haidh dan setelah itu mereka tidak dapat rujuk lagi selamanya.
 10. khulu’ boleh dilakukan dalam keadaan suci atau pun haidh. Tidak seperti tholaq yang boleh dilakukan hanya ketika seorang istri dalam keadaan suci. 
11. sebuah qoidah ushul fiqh mengatakan : درء المفاسد أولى من جلب المصالح “ menolak (mencegah) keburukan harus di utamakan dari pada mencari kebaikan” Jika kita menikah adalah untuk mencari kebaikan, tapi ternyata setelah menikah bukannya kebaikan yang kita dapatkan, melainkan dosa yang terus bertambah karna keduanya atau salah satu dari keduanya tidak mau menjalankan kewajibannya. Maka disini, menyudahi pernikahan itu (untuk menghilangkan kejelekan/dosa) itu lebih utama dari pada mempertahankannya untuk mencari kebaikan (tapi tidak mendapatkannya). Perceraian bukanlah sesuatu yang hina di mata Agama, justru jika dengan bercerai itu seseorang bisa lebih memperbaiki diri dan menyelamatkan agamanya, tentulah itu akan lebih baik baginya daripada ia berlarut-larut dalam lumuran dosa rumah tangga. Tetapi yang perlu diperhatikan adalah, hendaknya perceraian merupakan jalan terakhir yang ditempuh untuk mencari ridho Allah SWT. 
E. REFERENSI 
1. Al-Quran 
2. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid
3. Kifayatul Akhyar, fil khulu’ 
4. Subulus Salam jilid 3, bab khulu’ 
5. Bulughul Marom, bab khulu’ 
6. Tafsir At-Thobary

Tidak ada komentar:

Posting Komentar